Menjadi Warga Negara Yang Baik
Ahlus Sunnah Wal Jamaah yang sesungguhnya dalam
kedudukan mereka sebagai rakyat / warga negara akan tunduk dan patuh kepada
pemerintah yang sah di mana saja mereka berda, dengan kata lain mereka akan
menjadi warga Negara yang baik. Sebab mereka memisahkan antara urusan agama
dengan urusan dunia.
Mereka meyakini bahwa diutusnya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam semata-mata untuk membimbing dan member petunjuk dalam urusan
agama, hal ini dapat dijumpai dalam firman Allah :
“Dan Kami tidak mengutus kamu melainkan sebagai pembawa
berita gembira dan pemberi peringatan” Qs. Al-Isra’ : 105
Ayat di atas menunjukkan bahwa diutusnya Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam semata-mata untuk urusan agama dan tidak ada
kaitannya dengan urusan dunia, hali ini ditegaskan dengan sabda beliau :
“Kalian lebih tahu dengan urusan dunia kalian” HR.
Muslim : 6277
Ini menunjukkan bahwa untuk urusan dunia termasuk
pemerintahan serahkan pada ahlinya yaitu pemerintah dan orang-orang yang ahli
dibidangnya seperti para ekonom dan lainnya, untuk urusan agama kembalikan juga
pada ahlinya yaitu imam dan para ulama. Jangan campur adukkan antara urusan
agama dengan urusan dunia yang ada adalah kerusakan, sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam
“Ketika perkara diserahkan pada yang bukan ahlinya maka
tunggulahsaat (kerusakannya)” HR. Al-Bukhari : 59
Fenomena yang terjadi bias dipungkiri bahwa kebanyakan
umat Islam saat ini merasa lebih sejahterah tinggal di Negara sekuler dari pada
tinggal di Negara Islam, hal ini disebabkan dua hal;
Sejarah telah membuktikan bahwa sebab utama kejatuhan
umat Islam atau lebih tepat jika disebut Negara-negara Islam adalah karena
memaksakan mencampur urusan dunia dengan urusan agama yaitu amir atau raja yang
tidak cekap dan tidak bertanggung-jawab dalam urusan pemerintahan akan tetapi
mereka punya otoritas penuh untuk memerintah sehingga mereka menjadi penguasa /
pemerintah yang kejam dan korup.
Di sisi lain Agama Islam sendiri sebagaimana telah
disabdakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akhibat ulah kotor para pembuat
bid’ah telah berpecah belah menjadi bermacam-macam madzhab dan masing-masing
madzhab merasa paling benar, sehingga bagi umat Islam yang madzabnya berbeda
dengan penguasa maka dia akan ditindas dan bahkan tidak diberi kebebasan
menjalankan syariat Islam sesuai dengan manhaj atau madzhabyang diyakininya,
jal inilah yang dialami para ulama Ahlus Sunnah seperti Imam Ahmad yang harus
mendekam dipenjara hanya karena berbeda keyakinan dengan penguasa mengenaik
Al-Qur’an makhluk atau bukan makhluk, demikian pula dengan Imam Bukhari yang
diusir dari tanah kelahirannya, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah yang hidupnya
keluar-masuk penjara hingga wafat di penjera, dan masih banyak yang
lain-lainnya. Ironisnya hal seperti ini jarang terjadi di Negara sekuler,
umumnya umat Islam terkadang malah mendapat kebebasan yang lebih dalam
menjalankan ibadahnya menuntut keyakinannya tanpa khwatir diintimidasi oleh
penguasa.
Urusan pemerintah Negara yang bersangkut-paut dengan
kestabilitas keamanan perekonomian dan lain-lainnya adalah urusan dunia yang
juga harus diselenggarakan oleh orang yang menguasai di bidangnya, sebagaimana
yang dikatakan oleh Imam As-Syafi’I rahimahullah
“Barangsiapa yang menghendaki dunia maka wajib atasnya
ilmu, dan barangsiapa yang menghendaki akhirat maka wajib atasnya ilmu”
Al-Majmu’ 1 : 20
Dan telah terbukti di Negara mana pun umat Islam yang berjamaah
berada ternyata dia menjadi warga Negara yang taat dan patuh kepada pemerintah
yang sah; di Indonesia, di Singapura, di Amerika, di Australia dan di seluruh
belahan dunia, sebab kita yakin umat Islam yang baik adalah warga Negara yang
baik.
Semoga Allah memberikan dan menetapkan kita dalam
hidayah-Nya sehingga dapat terus menetapi Dienul Islam yang berdasarkan
Al-Qur’an dan Al-Hadits serta berbentuk Jamaah.
Pemutar Balikan Fakta : Yang Berjamaah Dikatakan
Firqah Yang Firqah Dikatakan Berjamaah
Para salafiyyun juga mengadakan propaganda yang busuk
tapi menggelikan, yaitu: mereka menuduh umat Islam yan membentuk jamaah dan
mempunyai imam yang dibai’at adalah golongan firqah ashabiah (golongan firqah
yang didasari fanatisme kelompok), sebaliknya mereka mengatakan bahwa yang
dikatakan jamaah adalah seperti mereka mengatakan bahwa yang dikatakan jamaah
dan tidak mempunyai imam, bahkan mereka mengatakan bahwa cara mereka inilah
yang dikatakan jamaatul Muslimin sesungguhnya, pendapat ini dibantah oleh para
ulama ahlus Sunnah, Syaikh Ali Syaikh berkata;
Sebagian dari mereka berkata; “Sesungguhnya yang
dimaksud dengan Jamaah adalah umumnya umat Islam (secara keseluruhan) akan
tetapi pendapat ini batal sebab merusak (bertentangan) dengan hadits masalah
berfirqah (berpecah-belah) menjadi 73 firqah” Syarah makna “Ahlus Sunnah
Wal-Jamaah” Syaikh Shahih Ali As-Syaikh
Konsep jamaah dalam Islam adalah sama dengan berjamaah
dalam shalat, yaitu ada imam dan ada makmum, analoginya adalah; jika di sebuah
masjid ada 100 orang atau lebih mengerjakan shalat yang sama dan kompak di
dalam shalat tersebut; dari mulai takbiratul ihram sehingga salam gerakan
mereka seirama karena tidak ada yang menjadi imam maka shalat mereka bukanlah
shalat berjamaah dan mereka tidak berhak mendapat pahalanya shalat jamaah yaitu
27 derajat (ganda),
Dari Abi Said Al-Khudri, sesungguhnya dia mendengar
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Shalat berjamaah mengalahkan
shalatnya salah satu kalian yang sendirian” HR. Al-Bukhari : 610
Sebaliknya jika diantara 100 orang tersebut ada dua
orang yang menyendiri kemudian mereka shalat yang satu jadi imam dan yang satu
makmum maka berdasarkan Hadits diatas dua orang ini berhak mendapat 27 lipatan
pahala.
Sungguh menggelikan ketika golongan yang mengaku
bermanhaj Salaf dan Ahlus Sunnah wal-Jamaah tapi ternyata sangat dangkal
pemahamannya terhadap dalil nash yang sudah qath’I (sangat jelas) tersebut dan
bahkan hanya sekedar dzanni (persangkaan), sehingga tidak mampu memahami konsep
jamaah dalam Islam.
Perhatikan Hadits dibawah ini:
Aku Hudzaifah berkata; Apakah setelah zaman yang baik
itu akan adalagi zaman yang jelek ? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda “Ya, orang-orang (para pmimpin agama) yang mengajak pada
pintujahannam, barangsiapa yang mendatanginya maka mereka akan membuang orang
itu ke jahannam”. Aku berkata; Wahai Rasulullah, terangkanlah mengenai mereka
kepada kami. Beliau bersabda “Mereka sama warna kulitnya dengan kita dan
berbicara dengan bahasa kita (Arab)”. Aku berkata maka apakah yang anda
perintahkan jika aku menjumpai keadaan demikian itu ? Nabi bersabda “Tetapilah
jamaahnya orang-orang Islam dengan Imam mereka”, Aku bertanya jika tidak ada
jamaah dan Imam ? Nabi bersabda “Tinggalkanlah semua firqah itu sekalian kamu terpaksa
harus makan akar pohon sampai kematian menjumpaimu kamu tetap dalam keadaan
seperti itu (menjauhi firqah)”. HR. Al-Bukhari : 6557
Keterangan; Kalimat dalam sudut bahasa adalah kalam
khabar bima’na amr (kalimat berita tapi bermakna perintah) sebab kalimat ini
merupakan jawaban dari pertanyaan Hudzaifah bin Yaman r.a
Maka apakah yang anda perintahkan jika aku menjumpai
keadaan demikian itu ?
Sedangkan dalam qaidah ushul fiqh dijelaskan; (kata
perintah itu menunjukkan wajib). Maksud yang terkandung dari Hadits di atas
adalah;
ü Nabi perintah kepada Hudzaifah agar selamat dari
zaman fitnah hendaklah berada dalam jamaah.
ü Bahwa yang dikatakan jamaahnya umat Islam itu
golongan dari umat Islam yang sengaja membentuk jamaah.
ü Yang dikatakan jamaah adalah golongan umat Islam yang
mempunyai Imam.
Diantara mereka adala lagi yang membantah dengan
mengatakan; Tapi Nabi kan menyuruh Hudzaifah beruzlah menyendiri dan bukannya
malah mendirikan jamaah, jawab; memang situasinya mustahil untuk mendirikan
jamaah, perhatikan rentang (urutan) Hadits diatas menggambarkan keadaan zaman
syar (jelek penuh dengan fitnah dengan banyaknya pemimpin / pemuka agama yang
mengajak pada pintu jahannam) jadi dalam keadaan seperti itu mustahil
mendirikan jamaah maka untuk menyelamatkan diri hendaklah ber’uzlah menjauhi
firqah.
Propaganda yang mereka lakukan (mengatakan yang
berjamaah adalah firqah sebaliknya yang tidak membentuk jamaah itulah jamaah
yang sesungguhnya) adalah sama dengan taktik yang pernah digunakan oleh pasukan
“pemberontak” Muawiyah bin Abu Sufyan dalam peristiwa perang Shiffin.
Catatan : Perang Shiffin adalah perang yang terjadi
akibat pembangkangan Muawiyah yang enggan membaiat dan mengakui kekhalifahan
Ali bin Abi Thalib r.a terjadi di tebing Sungai Furat yang kini terletak di
Syam (Syria) 1 Shafar tahun 37 H bertepatan dengan 26 Juli 657 M
Ketika itu Ammar bin Yasir r.a yang berbeda di fihak
Khalifah Ali bin Abi Thalib r.a terbunuh oleh pasukan Muawiyah, banyak diantara
pasukan Muawiyah yang shock dan lemah semangat mereka untuk meneruskan
peperangan, sebab mereka teringat akan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang ditujukan kepada Ammar, di saat sedang bergotong-royong membangun masjid
Nabawi, waktu itu bahu Ammar kotor oleh debu, maka Nabi mengusap bahu Ammar
seraya bersabda; “Kasihan si Ammar dia kelak akan dibunuh oleh golongan durhaka
(pemberontak) sebagaimana Hadits yang diriwayatkan oleh Abi Said Al-Khudri;
Kemudian dia (Abi Said) mulai bercerita kepada kami
sehingga ketika dia sampai pada peristiwa membangun Masjid (Nabawi) dia
berkata; Kami masing-masing mengangkat satu bata sedangkan Ammar mengangkat dua
bata sekaligus, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat yang dilakukan oleh
Ammar maka beliau bersabda “Kasihan si Ammar dia akan dibunuh oleh golongan
durhaka (pemberontak), Ammar akan mengajak mereka ke surge sedangkan mereka
mengajaknya ke neraka, Abu Said berkata (kemudian) Ammar berdo’a;”Aku
berlindung kepada Allah dari fitnah”. HR. Al-Bukhari : 428
Muawiyah adalah orang yang banyak akal dan ambisinya
terhadap kekuasaan sama besarnya dengan ambisi ayahnya (Abu Sufyan) di masa
Jahiliyah, untuk menghilangkan rasa bersalah yang menghantui pasukannya dan
mmbangkitkan kembali semangat tempur mereka, Muawiyah merubah fakta; bahwa
sebenarnya yang membunuh Ammar bukanlah mereka melainkan orang yang membawa
Ammar dalam peperangan (Ali r.a) sebab kalau Ali tidak membawa Ammar dalam
peprangan maka tentulah Ammar tidak akan terbunuh, ternyata taktik licik
Muawiyah ini berhasil, semangat tempur pasukannya pun bangkit kembali dan
dengan tidak merasa berdosa mereka memerangi sang Khalifah (Ali bin Abu
Thalib).
Jadi taktik inilah yang digunakan oleh “Salafi
gadungan” untuk menarik keluar umat Islam yang sudah berjamaah agar keluar dari
jamaahnya, mereka mengatakan; Jamaah sesungguhnya ya seluruh umat Islam
sedangkan kalian yang membentuk jamaah itu berarti “firqah ashabiyah”, wal
iyadzu billah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar