Berjamaah adalah amalan Nabi dan Para Sahabat, Tabiin dan Tabiit Tabiin
Jika membentuk jamaah dan mengangkat imam adalah
perkara yang tidak wajib maka tentulah para sahabat rahimuhullah tidak akan
bersusah-payah bermusyawarah mengangkat khalifah hingga mereka menunda
pengurusan sekaligus pemakaman jenazah Rasulullah shallallahi ‘alaihi wa sallam
Dengan kata lain jika ada manusia yang paling berhak
untuk tidak berjamaah dan berbaiat kepada seorang imam tentulah para sahabat,
sebab diantara mereka telah mendapat jaminan masuk surge ada yang karena
keikut-sertaannya dalam perang Badar
(313 orang), ada yang karena turut serta dalam Baiat
Ridwan (sekitar 1500 orang), dan ada yang masuk Al-Asyrah Al-Mubasyirah
bil-Jannah (sepuluh orang yang telah diberi kabar gembira pasti masuk surga,
mereka adalah; 1. Abu Bakar bin Abi Quhafah (As-Siddiq) 2. Umar bin Khattab
(Al-Faruq) 3. Utsman bin Affan 4. Ali bin Abi Thalib 5. Thalhah bin Ubaidillah
6. Az-Zubair bin Awwam 7. Abdurrahman bin Auf 8. Sa’ad bin Abi Waqqash 9. Said
bin Zaid 10. Abu Ubaidah bin Jarrah
Atau umumnya sahabat yang keutamaan mereka jauh di atas
kita, sehingga infaq kita berupa emas satu gunung uhud pun pahalanya tidak akan
bias menyamai infaqnya para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam walau
hanya berupa satu mud kurma.
Dari Abi Sa’id Al-Khudri r.a dia berkata, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Jangan kalian mencaci-maki sahabatku,
seandainya salah satu kalian infaq emas sebesar gunung Uhud, maka itu tidak
bias menyamai infaq mereka yang henya (berupa makanan) satu mud atau
setengahnya” HR. Al-Bukhari : 3397, Muslim : 4610
Demikian pula dengan dua generasi yang terunggul dari
umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu para tabi’in dan
tabi’it-tabi’in sebagaimana yang telah disabdakan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam
Dari Imran bin Hushain r.a dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda "Sebaik-baiknya kalian adalah generasiku
(sahabat) kemudian yang mendekati mereka (tabi’in) kemudian yang mendekati
mereka (tabi’it-tabi’in)” HR. Al-Bukhari : 5948
Tapi fakta sejarah telah menunjukkan bahwa tidak ada
satupun diantara tiga generasi umat yang terunggul tersebut yang tidak
mempunyai imam, tidak ada satupun diantara mereka yang tidak berbai’at kepada
imam, bahkan Ali bin Abi Thalib yang sebenarnya mempunyai “ganjalan” terhadap
Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq akhirnya mengalah dan turut membaiat kepada sang
khalifah
Bagaimana dengan kita yang sama sekali tidak bias
dibandingkan dengan mereka, yang sama sekali belum mendapat jaminan surga, yang
amal ibadah kita setahi-kuku pun tidak bias menyamai ibadah mereka, pantaskah
kita merasa selamat dan aman dengan tidak mempunyai imam, tidak terikat dengan
janji baiat dan tidak berjamaah ?
Bagaimana dengan mereka yang mengaku sebagai pengikut
manhaj Salafus Shalih (sahabat, tabi’in dan tabi’it-tabi’in) tapi mengingkari
hal prinsip yang diamalkan oleh para Salafus Shalih bahkan menganggap berjamaah
dan berbaiat dengan imam itu suatu bid’ah yang diada-adakan dan orang-orang
yang melakukannya mereka juluki sebagai ahlul bid’ah wal ahwa’ (pengikut bid’ah
dan hawa nafsu) subahanallah
Bantahan &
Jawaban Seputar Keamiran
Bantahan I; Imam Harus Mempunyai Kekuasaan ?
Sebagian mereka mengatakan imam harus berkuasa seperti
pemerintah, jadi tidak sah kalau imam tidak mempunyai kuasa atau otoritas,
contohnya; melaksankan hukum syariat.
Jawab: Persyaratan Imam yang di bai’at haruslah
mempunyai wilayah kekuasaan sehingga bisa menegakkan hukum syariat Islam,
seperti hukum hudud dan lain-lain, ini adalah persyaratan yang diada-adakan dan
bertentangan dengan kenyataan sejarah;
Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam secara
rahasia telah diba’at oleh orang-orang Anshar di Aqabah tepatnya di kawasan
dekat dengan Jumrah Ula peristiwa ini terjadi dua kali, yang pertama pada musim
haji tahun ke-12 dari keNabian, yang kedua pada musim haji tahun ke-13 dari
keNabian, saat itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sama sekali tidak
mempunyai wilayah kekuasaan.
Bantahan II; Pemerintah adalah Imam ?
Sebagian mereka mengatakan imam itu adalah pemerintah,
jadi kalau ada yang mendirikan jamaah dan mengangkat imam itu tidak sah dan
halal diperangi.
Jawab: Bagi kaum muslimin yang tinggal di negeri Islam
seperti Saudi Arabia pendapat itu benar 100% tapi bagaimana dengan umat Islam
yang tinggal di negeri sekuler yang pemerintahnya orang-orang non-muslim,
apakah itu bisa dikatakan “yang memiliki perkara dari golongan kalian
orang-orang iman?” padahal di awal ayat (An-Nisa : 59) Allah menegaskan
firmanNya khusus kepada “wahai orang-orang yang beriman”
Dan bagaimana jika yang jadi pemerintah (Presiden atau
Perdana Menteri) adalah perempuan ? sedangkan hal itu sangat diingkari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Dan Abu Bakrah berkata; Sungguh Allah telah memberi
manfaat kepadaku dengan kalimat (hadits) sewaktu perang Jamal tidak beruntung
suatu kaum yang menyerahkan perkaranya pada orang perempuan. HR Al Bukhari 6570
Keterangan:
Perang antara Pasukan Khalifah Ali melawan pasukan yang
dipimpin Ummul Mukminin Aishah terjadi pada tahun 11 Jumadil akhir 36 H atau
Desember 657 M, Abu Bakrah merasa beruntung sebab dengan tahu Hadist tersebut
dia tidak menyertai pasukan Aishah
Bantahan III; MUI (Majelis Ulama Indonesia) di
Indonesia kedudukannya adalah sebagai Imam ?
Mereka mencoba membuat alasan lagi, walaupun di negeri
sekuler tapi kan ada institusi/badan Islam MUI (Majelis Ulama Indonesia) di
Indonesia
Jawab: Benar memang ada tapi MUI, tapi bukankah MUI itu
bersifat pimpinan kolektif ?, jadi jelas itu bukan imam yang dibai'at, oleh
karenanya tidak bisa dipaksakan bahwa mereka itu bisa di kategorikan sebagai
imam, sebab kedudukan MUI tidak lain hanyalah sebagai Majelis Syura atau
lembaga Musyawarah bagi para ulama’ (bukan umara’) sehingga statusnya bukan
sebagai ulil amri.
Sungguh aneh ketika mereka mengatakan bahwa imam/amir
bagi mereka adalah pemerintah (Presiden), padahal Presiden itu dipilih dengan
system demokrasi (pemilihan umum) sedangkan mereka sangat anti dengan system
demokrasi, bagi mereka system demokrasi adalah produk haramnya orang-orang
kafir bahkan As-Syaikh Al-Allamah Muhammad Amin As-Syanqithi salah satu ulama’
besar kaum “salafiyin” menyatakan: “Politik gaya demokratisme itu adalah anak
perempuannya anjing." (maksudnya, haram, najis dan hina). Ruju’/taubatnya
Ja’far Umar Thalib : Salafiyunpad. wordpress.com
Nampak jelas aqidah para “pengaku salafi” di bangun di
atas pondasi yang sangat rapuh sehingga mereka bersifat plin-plan dalam
pendirian, sangat mudah berubah-ubah dan tidak sejalan antara ucapan dengan
perbuatan, atau meminjam istilah yang mereka buat mereka layak di juluki
Al-Bungloni (seperti bunglon yang sering berubah-rubah warna kulit: istilah ini
mereka gunakan untuk menghina golongan di luar manhaj mereka)
Keuntungan Menetapi Jama’ah
A. Dijamin Surga
Keuntungan yang paling utama dari menetapi jamaah
adalah jaminan surge yang telah diberikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam, beliau bersabda :
Dan sesungguhnya agama ini (Islam) akan berpecah belah
atas 73, yang 72 ke Neraka dan yang satu ke Surga yaitu yang berjamaah. HR Abu
Dawud : 3981 (Syaikh Al-Albani : Hadits Hasan)
Dalam riwayat At-Tirmidzi Rasululllah shallallahu
‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa yang satu adalah yang menetapi agama
sebagaimana yang dijalankan oleh Rasulullah dan para sahabat
Dan agama ini (Islam) akan berpecah belah atas 73 agama
semuanya ke Neraka kecuali hanya satu yang ke Surga, para sahabat bertanya
siapakah yang satu itu wahai Rasulullah ?, beliau menjawab yaitu yang menetapi
sebagaimana yang aku dan para sahabat menetapinya. HR At-Tirmidzi : 2565 (Abu
Isa : Hadits gharib)
Keterangan; yang diamalkan oleh Rasulullah dan para
sahabat dalam menetapi Islam adalah dengan berjamaah dimana para sahabat
berbaiat dan menjadikan Nabi bukan hanya sebagai Rasul akan tetapi juga sebagai
Imam.
B. Rahmat Menyertai Jama’ah
Diantara hujjah yang semakinj memperkuat akan wajibnya
berjamaah adalah adanya dalil-dalil yang shahih tentang janji Surga bagi yang
berjamaah dan ancaman adzab Neraka bagi yang tidak berjamaah
Dari An-Nu’man bin Basyir dia berkata Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda;…Dan jamaah itu (mendatangkan) rahmat sedangkan
firqah itu (mendatangkan) adzab. HR Ahmad : 17721 (Syaikh Albani berkata;
Hadits ini shahih : As-Silsilah As-Shahihah : 667)
Dalam hal ini seorang ulama yang bermanhaj salaf yaitu
Syaikh Khafidz bin Muhammad Al-hakami hafidzahullah berkata; Paling besarnya
dampak positif yang diturunkan dalam menetapi Jamaah adalah “rahmat Allah” yang
selalu menyertai jamaah, sebagaimana yang disabdakan Rasulullah sallallahu
‘alaihi wa sallam : Al jama’atu rahmah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
sosok pribadi yang telah dianugerahi sabda yang singkat tapi mengandung makna
yang luas, telah ”menjadikan” jamaah sebagai sumber datangnya rahmat.
Hal ini semata-mata untuk menjelaskan betapa eratnya
kebersamaan rahmat dengan jamaah, sesungguhnya rahmat senantiasa menyertai
jamaah dalam setiap keadaan sehingga mengantarkan ke dalam surge yang nikmat
Dari Ibnu Umar dia berkata Umar berkhutbah di Al-Jabiah
dia berkata;...Tetapilah oleh kalian berjamaah dan hindarilah berfirqah maka
sesungguhnya setan bersama satu orang (yang menyendiri tidak berjamaah) dan dia
menjauh dari dua orang (yang berjamaah) barangsiapa yang menghendaki
tengah-tengahnya Surga maka hendaklah dia menetapi Jamaah, barangsiapa yang
gembira karena kebaikan (yang dilakukannya)dan susah karena dosa (yang
dilakukannya) maka itulah orang Iman (yang sesungguhnya). HR At-Tirmidzi : 2091
(Abu Isa berkata : Hadits ini Hasan shahih gharib)
C. Ikhtilaf Bisa Diselesaikan Dengan Adab Yang Mulia
Telah jelas dalil-dalil yang mewajibkan umat Islam
membentuk jamaah, mempunyai imam yang dibaiat yang akan memimpin mereka
menjalankan ibadah sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah di manapun mereka
berkata sehingga diantara umat Islam akan dapat tercipta ukhuwah Islamiyah yang
kongkrit, berlandaskan firman Allah dalam surah An-Nisa’ : 59
D. Keadaan Seberat Apapun Didalam Jamaah Masih Lebih
Baik Daripada Didalam Firqah
Sudah menjadi janji Allah dan Rasul bahwa rahmat
menyertai jamaah, berikut ini. Memang tidak dipungkiri bahwa masih dijumpai
adanya perkara-perkara yang masih perlu diperbaiki di dalam jamaah seperti;
imam yang adil / sewenang-wenangan, yang merasa berat di dalam menetapinya,
akan tetapi keadaan seberat apapun di dalam jamaah itu masih lebih baik
daripada di dalam firqah, karena di dalam jamaah tetap ada harapan rahmat dan Surga
dari Allah, perhatikan nasihat dari sahabat yang mulia Abdullah bin Mas’ud r.a
Dari Abdillah Dia berkata : Wahai manusia tetapilah
oleh kalian taat dan jamaah karena sesungguhnya keduanya adalah taliNya Allah
yang Allah telah perintahkan (agar berpegang teguh), dan sesungguhnya apa-apa
yang kalian benci di dalam jamaah dan taat itu lebih baik daripada apa-apa yang
kalian sukai di dalam firqah. Tafsir At-Tabhari : 5988
kalau anda berjamaah pasti pya imam,,,, imam kamu siapa???? aq pengen tau orange,,,, aq pengen baiat,,,, kalo pentingnya berjamaah kenapa imam anda gak berikrar di radio or televisi " aku adalah imam yang wajib kalian baiat?????
BalasHapus